MADU

Quotes of The Day

Awas FOMO: Bahaya Latah FBPro yang Bikin Menjamurnya Konten Ngasal di Sosmed!

Berbulan-bulan saya menahan diri untuk tidak menulis tentang ini. Bukan karena takut atau tidak peduli, tetapi lebih karena isu ini begitu sensitif. Saya khawatir bila tulisan ini dibaca oleh mereka yang bersumbu pendek, mereka akan menganggapnya sebagai bentuk serangan pribadi. Namun, setelah melihat semakin hari semakin tidak terkendali munculnya postingan-postingan sampah di sosial media, sebagai seorang pendidik saya merasa perlu bersuara.  

Tidak, ini bukan tentang melarang orang berkreasi di media sosial. Tapi mari kita pikirkan dampaknya. Apakah benar kita ingin generasi berikutnya tumbuh dengan anggapan bahwa joget-joget tanpa makna di sosial media itu adalah hal yang biasa? Apakah kita ingin membiarkan konten-konten yang tidak mendidik, bahkan berpotensi merusak moral, menjadi suguhan sehari-hari untuk remaja kita?  


Bahaya FOMO dalam Dunia Digital

Salah satu akar dari fenomena ini adalah apa yang sering disebut dengan Fear of Missing Out atau FOMO. Ketakutan akan ketinggalan momentum membuat banyak orang terburu-buru ikut-ikutan tren, tanpa berpikir panjang. Mereka melihat postingan gaji fantastis atau gaya hidup mewah dari beberapa konten kreator di platform seperti FBPro dan merasa tergiur. Dalam pikiran mereka, “Kalau orang lain bisa, kenapa saya nggak?”  

Masalahnya, tidak semua orang benar-benar paham cara kerja dunia digital. Mereka hanya melihat hasil akhir: uang, pengikut, atau engagement. Padahal, di balik itu ada strategi, konsistensi, dan kerja keras yang tidak sedikit. Bagi yang tidak tahu, ini terlihat seperti jalan pintas menuju kesuksesan.  

Sayangnya, pola pikir ini justru melahirkan konten-konten asal-asalan. Joget tanpa makna, tantangan yang tidak masuk akal, hingga tren yang kadang membahayakan. Alih-alih memberikan nilai tambah, konten-konten seperti ini justru memperburuk kualitas media sosial kita.  

Flexing dan Realita yang Tersembunyi 
Ada alasan mengapa fenomena ini terus berkembang: "flexing". Para konten kreator sering memamerkan hasil kesuksesan mereka, mulai dari gaji hingga gaya hidup, sebagai cara menarik perhatian. Di satu sisi, ini memang strategi marketing. Tapi di sisi lain, ini seperti umpan yang membuat banyak orang ingin ikut-ikutan tanpa memahami proses di baliknya.  

FOMO membuat orang merasa mereka harus segera terjun, harus segera punya akun, dan harus segera bikin konten apa saja asal bisa mendapatkan perhatian. Mereka takut kehilangan momentum, takut kalah cepat dengan orang lain. Dan di sinilah masalah besar itu muncul.  

Efek Jangka Panjang untuk Generasi Muda 
Dampaknya tidak hanya dirasakan oleh pembuat konten, tetapi juga oleh penontonnya. Remaja, misalnya, adalah salah satu kelompok yang paling rentan terhadap pengaruh ini. Mereka tumbuh dengan tontonan yang semakin jauh dari nilai-nilai moral dan etika. Garis batas antara pantas dan tidak pantas menjadi semakin pudar sehingga sulit untuk dibedakan.

Alih-alih belajar tentang pentingnya kerja keras atau membangun keterampilan, mereka justru mendapat kesan bahwa eksistensi adalah segalanya. Asal bisa terkenal, apa saja boleh dilakukan. Bahkan yang tidak masuk akal sekalipun.  

Perlukah Kita Bertindak?
Pertanyaannya sekarang: apakah kita harus peduli? Jawaban saya, iya, kita harus peduli. Ini bukan lagi soal kebebasan berekspresi, tetapi soal membentuk ekosistem digital yang sehat. Membiarkan ini tanpa terkendali seperti membiarkan kekacauan peradaban kita, bak melepas anak-anak kita mengarungi samudera kehidupan tanpa panduan yang mapan.

Kita tidak bisa terus bersembunyi di balik opini seperti, “Ah, selama nggak ganggu kita, biarin aja!” Karena faktanya, konten-konten ini bisa mempengaruhi orang lain, terutama generasi muda. Kita, sebagai pengguna media sosial, punya peran untuk memberikan contoh yang baik.  

Langkah yang Bisa Kita Ambil 

  1. Pikir Sebelum Posting
    Sebelum mengunggah sesuatu, tanyakan pada diri sendiri: apakah ini bermanfaat? Apakah ini memberikan nilai tambah? Jika jawabannya tidak, mungkin lebih baik tidak usah diposting.
  2. Dukung Konten Berkualitas
    Jangan hanya memberikan like pada konten yang sedang tren. Coba dukung konten-konten yang edukatif, inspiratif, atau yang punya pesan positif.
  3. Edukasi Generasi Muda
    Ajarkan mereka untuk berpikir kritis terhadap apa yang mereka lihat di media sosial. Bantu mereka memahami bahwa tidak semua yang terlihat mewah itu benar-benar mudah didapatkan.
  4. Buat Konten yang Bermakna
    Kalau ingin menjadi konten kreator, pastikan konten yang dibuat punya tujuan yang jelas. Fokus pada kualitas, bukan sekadar kuantitas.  


Media Sosial, Pilihan Ada di Tangan Kita
Sahabat, media sosial adalah pedang bermata dua. Di satu sisi, ia bisa menjadi alat yang sangat bermanfaat untuk berbagi ilmu, inspirasi, dan hiburan. Tapi di sisi lain, ia juga bisa menjadi tempat yang penuh dengan pengaruh negatif, jika tidak digunakan dengan bijak.  

Mari kita sama-sama menjadi pengguna media sosial yang lebih bijak. Tidak perlu latah mengikuti tren hanya karena takut ketinggalan. Karena pada akhirnya, kualitas konten yang kita bagikan adalah cerminan dari siapa kita sebenarnya. Jadi, mau jadi bagian dari solusi atau sekadar ikut-ikutan tren? Pilihan ada di tanganmu. 

Tidak ada komentar untuk "Awas FOMO: Bahaya Latah FBPro yang Bikin Menjamurnya Konten Ngasal di Sosmed!"